1. Asas Dan Landasan
Pengembangan Kurikulum
Pada umumnya dalam mengembangkan kurirkulum kita dapat berpegang
pada asas-asas berikut:
a. Asas filosofis
Landasan filosifis memberikan arah pada semua keputusan dan
tindakan manusia. Dalam kaitannya dengan pendidikan filsafat memberikan arah
pendidikan seperti hakikat pendidikan, tujuannya, dan bagaiman cara mencapai
tujuan. Filsafat menentukan tujuan yang hendak dicapai dengan alat yang di
sebut kurikulum.
b. Asas psikologis
Landasan psikologis berkaitan dengan cara peserta didik belajar,
dan faktor apa yang dapat menghambat kemuan belajar mereka selain itu
psikologis memberikan landasan berpikir tentang hakikat proses belajar mengajar
dan tingkat-tingkat perkembangan peserta didik.
c. Asas sosiologis
Asas ini berkenaan dengan penyampaian kebudayaan, proses
sosialisasi individu dan rekontruksi masyarakat, Landasan sosial budaya
ternyata bukan hanya semata-mata digunakan dalam mengembangkan kurikulum pada
tingkat nasional, melainkan juga bagi guru dalam pembinaan kurikulum tingkat
sekolah atau bahkan tingkat pengajaran.
d. Asas Organisatoris
Asas ini berkenaan dengan organisasi kurikulum.
Landasan
Pengembangan Kurikulum
Empat landasan utama dalam pengembangan kurikulum, yaitu: (1)
filosofis; (2) psikologis; (3) sosial-budaya; dan (4) ilmu pengetahuan dan
teknologi. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan secara ringkas
keempat landasan tersebut.
a. Landasan Filosofis
Ada dua aspek yang harus diperhatikan dalam pengembangan
kurikulum terkait dengan landasan filosofis, yakni:
1)
Nation philosophy yang dianut dan disepakati bangsa; yakni
keputusan bijak dan strategis bangsa yang menentukan mau ke mana arah
pendidikan bangsa ini akan dibawa
2)
Basic philosophy of education, yang juga merupakan pilihan bijak
para ahli pendidikan untuk menentukan arah pengembangan kurikulumnya
b. Landasan Psikologis
Dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu
(1) psikologi perkembangan dan (2) psikologi belajar.
1)
Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat
perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas
perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan
individu.
2)
Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan
teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam
belajar,.
c. Landasan Sosiologis
Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan
hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan
peserta didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya
untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta
nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di
masyarakat.
d. Landasan IPTEK
1)
Pengaruh Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan
teknologi ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang
memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan
yang berlaku pada konteks global dan lokal.
2)
Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan
masyarakat yang berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dengan standar
mutu yang tinggi.
2. Fungsi dan Sasaran Pengembangan Kurikulum
a. Tujuan Kurikulum
Tujuan kurikulum pada dasarnya merupakan tujuan setiap program
pendidikan yang diberikan kepada anak didik, Karena kurikulum merupakan alat
antuk mencapai tujuan, maka kurikulum harus dijabarkan dari tujuan umum
pendidikan. Dalam sistem pendidikan di Indonesia tujuan pendidikan bersumber
kepada falsafah Bangsa Indonesia.
b. Fungsi Kurikulum Bagi Anak Didik
Keberadaan kurikulum sebagai organisasi belajar tersusun
merupakan suatu kesiapan anak. Anak didik diharapkan mendapat sejumlah
pengalaman baru yang dapat dikembangkan seirama dengan perkembangan anak, agar
dapat memenuhi bekal hidupnya kelak.
c. Fungsi Kurikulum Bagi Pendidik Guru
Adapun fungsi kurikulum bagi guru atau pendidik adalah:
1)
Sebagai pedoman kerja dalam menyusun dan mengorganisir
pengalaman belajar pada anak didik.
2)
Sebagai pedoman untuk mengadakan evaluasi terhadap perkembangan
anak didik dalam rangka menyerap sejumlah pengalaman yang diberikan.
d. Fungsi Kurikulum Bagi Kepala Sekolah /
Pembina Sekolah
1)
Sebagai pedoman dalam mengadakan fungsi supervise yakni
memperbaiki situasi belajar
2)
Sebagai pedoman dalam melaksanakan fungsi supervise dalam
menciptakan situasi belajar anak kea rah yang lebih baik.
3)
Sebagai pedoman dalam memberikan kepada guru atau pendidi k agar
dapat memperbaiki situasi belajar
4)
Sebagai seorang administrator maka kurikulum dapat dijadikan
pedoman untuk mengembangkan kurikulum pada masa datang.
5)
Sebagai pedoman untuk mengadakan evaluasi atas kemajuan
belajar-mengajar.
e. Fungsi Kurikulum Bagi Orang Tua
Kurikulum bagi orangtua, mempunyai fungsi agar orangtua dapat
berpastisipasi membantu usaha sekolah dalam memajukan putra-putrinya.Bantuan
yang dimaksud dapat berupa konsultasi langsung dengan sekolah/guru mengenai masalah
yang menyangkut anak-anak mereka.
f. Fungsi Kurikulum bagi sekolah tingkat
diatasnya
1)
pemelihara keseimbangan proses pendidikan.
2)
Penyiapan tenaga baru
g. Fungsi Kurikulum bagi masyarakat dan
pemakai lulusan
1)
Ikut memberikan kontribusi,dalam memperlancar program pendidikan
yang membutuhkan kerjasama dengan pihak orangtua dan masyarakat.
2)
Ikut memberikan kritik dan saran yang konstruktif demi
penyempurnaan program pendidikan di sekolah, agar lebih serasi dengan kebutuhan
masyarakat dan lapangan kerja.
Peranan
Pengembangan Kurikulum
Kurikulum bagi program pendidikan dimana sekolah sebagai
institusi social melaksanakan
oprerasinya, paling tidak dapat ditentukan 3 jenis kurikulum :
a. Peranan Konservatif
Menekankan bahwa kurikulum itu dapat dijadikan sebagai sarana
untuk mentramisikan nilai-nilai warisan budaya masa lalu yang dianggap masih
relevan dengan masa kini bagi generasi muda.
b. Peranan Kritis dan evaluative
Peranan kreatif menekankan bahwa kurikulum harus mampu
mengembangkan sesuatu yang baru sesuai dengan perkembangan.
c. Peranan Aktif
Pewarisan dan nilai-nilai budaya masa lalu.kepada siswa perlu
disesuaikan dengan masa sekarang.
3. Konsepsi Kurikulum
Humanistik
Sumber
: Pendidikan Pribadi (filsafat eksistensialisme)
a.
Orientasi ke masa sekarang
b.
Asumsi : anak punya potensi
c.
Pendidikan ibarat bertani
d.
Guru adalah psikolog, bidan, motivator, fasilitator
Karakter
kurikulum
a.
Siswa adalah subjek, punya peran utama
b.
Isi/bahan sesuai minat/kebutuhan siswa
c.
Menekankan keutuhan pribadi
d.
Penyampaian : discovery, inquiry, penekanan masalah
4.
Konsep Kurikulum Rekonstruksi Sosial
Sumber : Pendidikan Interaksional (filsafat pragmatisme)
a. Orientasi ke masa lalu dan sekarang
b. Asumsi : manusia makhluk sosial
c. Menekankan pemecahan problema masyarakat
d. Tujuan pendidikan pembentukan masyarakat lebih baik
e. Pendidikan adalah kerja sama : interaksi
guru-siswa-siswa
Karakteristik kurikulum :
a.
Tujuan pemecahan masalah masyarakat
b.
Isi kurikulum : problema dalam masyarakat
c.
Metode mengajar kkoperatif/ gotong royong/ kerja kelompok
d.
Guru dan siswa belajar bersama
5.
Karakteristik dan konsep Kurikulum Teknologis
Sumber : Pendidikan Teknologis (filsafat realisme)
a.
Orientasi ke masa sekarang dan yang akan datang
b.
Menekankan kompetensi
c.
Kompetensi diuraikan menjadi perilaku yang dapat diamati
d.
Peranan guru tidak dominan (dapat diganti alat-alat teknologi)
e.
Pendidikan – sistem
Karakteristik kurikulum :
a.
Tujuan dirinci menjadi objektif
b.
Menekankan isi (uraian kompetensi)
c.
Desai pengajar disusun sistematik (menggunakan analisis
approach)
d.
Isi disajikan dalam media tulis dan elektronik
e.
Evaluasi menggunakan tes objektif
6.
Konsep Kurikulum Subjek Akademis
Sumber : Pendidikan Klasik (filsafat perenialisme,
estensialisme)
a.
Orientasi masa lalu
b.
Asumsi : ilmu, nilai, budaya telah solid
c.
Tugas pendidikan memelihara dan mewariskan ilmu, nilai budaya
d.
Guru adalah ekspert dan model
Karakteristik kurikulum :
a.
Kurikulum menekankan isi/ materi ajaran
b.
Isi kurikulum berasal dari disiplin ilmu (solid-sistematis)
c.
Peranan guru sangat dominan
d.
Penyajian : ekspositori dan inkuiri
7. Komponen dan isi
kurikulum
Komponen-komponen
pokok dalam pengembangan kurikulum adalah komponen tujuan, komponen isi/materi
pelajaran, komponen metode/strategi, dan komponen evaluasi.
a.
Komponen tujuan, yaitu asumsi-asumsi tentang tujuan pendidikan,
tujuan pendidikan nasional, tujuan isntitusional, tujuan kurikuler, tujuan
instruksional atau tujuan pembelajaran yang menjadi komponen utama dalam
mengembangkan kurikulum. Asumsi-asumsi komponen tujuan tersebut berimplikasi
pada perumusan arahan atau hasil yang diharapkan.
Dalam Permendiknas No.
22 Tahun 2007 dikemukakan bahwa tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan
dasar dan menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut.
1) Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
2) Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
3) Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah
meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai
dengan kejuruannya.
4) Tujuan pendidikan institusional tersebut kemudian
dijabarkan lagi ke dalam tujuan kurikuler; yaitu tujuan pendidikan yang ingin
dicapai dari setiap mata pelajaran yang dikembangkan di setiap sekolah atau
satuan pendidikan.
b.
Komponen isi/materi pelajaran, yaitu asumsi-asumsi yang
berhubungan dengan pengalaman belajar yang harus dimiliki siswa.
Kriteria yang dapat
membantu pada perancangan kurikulum dalam menentukan isi kurikulum. Kriteria
itu natara lain:
1) Isi kurikulum harus sesuai, tepat dan bermakna bagi
perkembangan siswa.
2) Isi kurikulum harus mencerminkan kenyataan sosial.
3) Isi kurikulum harus mengandung pengetahuan ilmiah
yang tahan uji.
4) Isi kurikulum mengandung bahan pelajaran yang jelas.
5) Isi kurikulum dapat menunjanga tercapainya tujuan
pendidikan.
c.
Komponen metode/strategi, yaitu asumsi-asumsi yang berhubungan
dengan implementasi kurikulum.
Strategi pelaksanaan
kurikulum berhubungan dengan bagaimana kurikulum itu dilaksanakan disekolah.
Kurikulum merupakan rencana, ide, harapan, yang harus diwujudkan secara nyata
disekolah, sehingga mampu mampu mengantarkan anak didik mencapai tujuan
pendidikan. Kurikulum yang baik tidak akan mencapai hasil yang maksimal, jika
pelaksanaannya menghasilkan sesuatu yang baik bagi anak didik. Komponen
strategi pelaksanaan kurikulum meliputi pengajaran, penilaian, bimbingan dan
penyuluhan dan pengaturan kegiatan sekolah.
d.
Komponen evaluasi, yaitu asumsi-asumsi untuk melihat efektifitas
pencapaian tujuan.
Evaluasi kurikulum
memegang peranan penting, baik untuk penentuan kebijakan pendidikan pada
umumnya maupun untuk pengambilan keputusan dalam kurikulum itu sendiri.
Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijakan
pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijakan
pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan.
8. Dasar dan Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum
a.
Prinsip Berorientasi pada Tujuan dan Kompetensi
Tujuan pendidikan merupakan pusat dan arah semua kegiatan
pendidikan sehingga perumusan komponen pendidikan harus selalu mengacu pada
tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Prinsip berorientasi pada komepetensi digunakan untuk menunjukan
sekurang-kurangnya tiga hal, yaitu sebagai indikator penguasaan kemampuan,
sebagai titik awal desain dan implementasi kurikulum dan sebagai kerangka untuk
memahami kurikulum.
b.
Prinsip Relevansi
Pengembangan
kurikulum yang meliputi tujuan, isi dan system penyampaian harus relevan
(sesuai) dengan kebutuhan dan keadaan masyarakat, tingkat perkembangan dan
kebutuhan siswa, serta serasi dengan perkembnagan ilmu pengetahuan dan
tegnologi.
c.
Prinsip Efesiensi
Kurikulum harus praktis, mudah dilaksanakan, menggunakan
alat-alat sederhana dan biayanya murah. Dalam hal ini, kurikulum dan pendidikan
selalu dilaksanakan dalam keterbatasan-keterbatasan, baik keterbatasan waktu,
biaya, alat, maupun personalia.
d.
Prinsip Keefektifan
Prinsip ini dapat ditinjau dari dua dimensi, yaitu proses dan
produk. Efektifitas berkenaan dengan keberhasilan pelaksanaan kurikulum baik
secara kuantitas maupun kualitasnya.
e.
Prinsip Fleksibelitas
Kurikulum harus dapat mempersiapkan anak untuk kehidupan
sekarang dan yang akan datang, di sini dan di tempat lain, bagi anak yang
memiliki latar belakang dan kemampuan yang berbeda.
f.
Prinsip Integritas
Kurikulum harus dikembangkan berdasarkan suatu keseluruhan atau
kesatuan yang bermakna dan berstruktur. Bermakna maksudnya adalah suatu
keseluruhan itu memiliki arti, nilai, manfaat atau faedah tertentu. Keseluruhan
bukan merupakan penjumlahan keseluruhan bagian-bagian melainkan suatu totalitas
yang memiliki maknanya sendiri.
g.
Prinsip Kontinuitas
Terkait dengan perkembangan dan proses belajar anak yang berlangsung
secara berkesinambungan, maka pengalaman belajar yang disediakan kurikulum juga
hendaknya berkesinambungan antara satu tingkat kelas dengan kelas lainnya,
antara satu jenjang pendidikan dengan jenjang lainnya, serta antara jenjang
pendidikan dengan pekerjaan.
h.
Prinsip Sinkronisasi
Kurikulum harus dikembangkan dengan mengusahakan agar semua
kegiatan kurikuler, ekstrakulrikuler dan kokurikuler serta pengalaman belajar
lainnya dapat selaras, serasi, seimbang, searah dan setujuan. Jangan sampai terjadi
suatu kegiatan kurikuler menghambat, berlawanan dan mematikan kegiatan-kegiatan
kurikuler lainnya termasuk kegiatan ekstra dan kokulikuler.
i.
Prinsip Objektivitas
Kurikulum harus dikembangkan dengan mengusahakan agar semua
kegiatan (intrakulikuler, ekstrakulikuler dan kokurikuler) dilakukan dengan
tatanan kebenaran ilmiah serta mengesampingkan pengaruh subjectivitas,
emosional dan irasional.
j.
Prinsip Demokrasi
Pengembangan kurikulum harus dilandasi oleh nilai-nilai
demokrasi, yaitu pnghargaan terhadap kemampuan, menjunjung keadilan, menerapkan
persamaan kesempatan dan memperhatikan keberagaman peserta didik. Pengemban
kurikulum hendaknya memposisikan peserta didik sebagai insan yang harus
dihargai kemampuannya dan diberi kesempatan untuk mengembangkan potensinya.
9. Model-model
Pengembangan Kurikulum
a.
Model Pengembangan Kurikulum Roger
Rogers berasumsi bahwa
kurikulum diperlukan dalam rangka mengembangkan individu yang terbuka, luwes,
dan adaptif terhadap situasi perubahan (dalam Arifin, 2012:142). Kurikulum yang
demikian hanya dapat disusun dan diterapkan oleh pendidik yang terbuka, luwes,
dan beriorentasi pada proses. Untuk itu diperlukan pengalaman kelompok untuk
melatih hal-hal yang bersifat sensitif. Model pengembangan kurikulum Rogers ini
tidak memiliki perencanaan kurikulum yang tertulis, yang ada hanya rangkaian
kegiatan kelompok. Dengan berbagai bentuk aktivitas dalam interaksi kelompok
ini individu akan berubah.
Ada empat langkah
pengembangan kurikulum model Rogers dalam Sukmadinata (2012:167) yaitu sebagai
berikut.
1) Pemilihan target dari sistem pendidikan.
2) Partisipasi guru dalam pengalaman kelompok yang
intensif.
3) Pengembangan pengalaman kelompok yang intensif untuk
kelas atau unit pelajaran.
4) Partisipasi kegiatan orang tua dalam kelompok.
b.
Model Pengembangan Kurikulum Ralph Tyler
Menurut Tyler, sebagaimana yang dikutip oleh Abdullah Idi, bahwa
sangat penting pendapat secara rasional, menganalisis, menginterpretasikan
kurikulum dan program pengajaran dari suatu lembaga pendidikan. Kemudian Tyler
juga menempatkan empat pertanyaan dalam mengembangkan kurikulum, yaitu yang pertama
harus diperhatikan adalah tujuan, yaitu apa tujuan pendidikan yang seharusnya
dicari oleh pihak sekolah untuk dicapai. Kedua, mengenenai strategi dan isi
pembelajaran yang berhubungan dengan seleksi pengalaman belajar, yaitu
pengalaman belajar seperti apa yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut.
Langkah ketiga adalah mengorganisasikan pengalaman belajar, yaitu bagaimana
pengalaman-pengalaman belajar tersebut dapat diorganisasikan dengan efektif.
Sedangkan langkah yang terakhir adalah penilaian dan evaluasi, yaitu bagaimana
kita menentukan apakah tujuan tersebut telah tercapai.
c.
Model Pengembangan Kurikulum Robert S. Zais
Model pengembangan kurikulum Robert S.Zais ini sering disebut
model administratif atau model garis dan staf atau bisa juga disebut model dari
bawah ke atas.
Disebut demikian karena dalam pengembangannya, sbb. :
1)
Pejabat pendidikan yang berwenang membentuk panitia pengarah
2)
Panitia pengarah merencanakan, mengarahkan dan menyiapkan
rumusan falsafah dan tujuan umum pendidikan ( terdir dari pengawas, kepala
sekolah dan guru inti )
3)
Panitia pengarah membentuk Panitia kerja yang terdi dari staf
pengajar dan ahli kurikulum.
4)
Komisi-komisi dari panitia kerja melakukan uji coba.
5)
Hasil uji coba dievaluasi oleh panitia pengarah untuk kemudian diuji
cobakan lagi, baru diputuskan untuk dilaksanakan
Zais (1976: 308-309) mengajukan tiga kategore (fakta,
keterampilan, dan sikap) biasa dipakai sebagai cara utama untuk menyusun tujuan
kurikulum (goals) dan tujuan pembelajaran (objectives).
Klasifikasi tujuan yang lebih sistematis telah dikemukakan Zais
(1976: 304-310) Tujuan pendidikan diklasifikasikan pada tiga ranah besar yaitu
kognitif, afektif dan psikomotor. Proses kognitif diklasifikasikan ke dalam
suatu urutan hirarkis, dari tingkat berpikir yang sederhana ke tingkat intelektual
yang lebih kompleks
Ranah afektif mencakup tujuan-tujuan yang berkaitan dengan
demensi perasaan, tingkah laku, atau nilai, seperti apresiasi terhadap karya
seni, berbudi pekerti luhur, dan lain-lain.
Ranah afektif dibagi menjadi lima tingkatan yang bergerak dari
kesadaran yang sederhana menuju kekondisi di mana perasaan memegang peranan
penting dalam mengontrol tingkah laku.
Ranah psikomotor dibagi empat tingkatan, dari yang paling
sederhana kepada tingkat yang paling kompleks.
10. Lembaga-lembaga dan
Organisasi pengembangan Kurikulum
Organisasi kurikulum adalah pola atau bentuk penyusunan bahan
pelajaran yang akan diajarkan atau disampaikan kepada sehingga tujuan
pembelajaran dicapai secara efektif. Organisasi kurikulum merupakan suatu dasar
yang penting sekali dalam pembinaan kurikulum. Setiap organisasi kurikulum
ditandai dengan ciri yang tidak banyak tetapi bersifat asasi yang dapat
membedakannya dari organisasi yang lain.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam organisasi Kurikulum
yaitu : Ruang lingkup (Scope), Urutan bahan (Sequence), Kontinuitas,
Keseimbangan, Integrasi atau keterpaduan. Bentuk-bentuk organisasi kurikulum
diantaranya : Separate Subject Curriculum/ subjek matter curriculum, Corelated
curriculum, Intregated Curriculum, Core Curriculum.
a.
Separate Subject Curriculum adalah organisasi isi pendidikan
dalam bentuk mata pelajaran yang disajikan dan diberikan kepada para siswa
secara terpisah-pisah satu sama lain.
b.
Correlated curriculum merupakan bentuk organisasi yang
menghubungkan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lain.
c.
Dalam bentuk kurikulum intregated curriculum batas-batas antar
semua mata pelajaran sudah tidak kelihatan lagi.
d.
Bentuk kurikulum Core curriculum bertujuan mengembangkan
integrasi, melayani kebutuhan siswa dan meningkatkan keaktifan belajar serta
hubungan antara kehidupan dan belajar.
Prosedur Pengorganisasian Kurikulum meliputi : Prosedur
employee, Prosedur Buku Pelajaran (the textbook procedure), Prosedur survei
pendapat (the survey of oppinions procedure), Prosedur studi kesalahan
(thestudy of errors procedure), Prosedur mempelajari kurikulum lainnya (the
study of other curriculum procedure), Prosedur analisis kegiatan orang dewasa
(the analysis of adult activities procedure), Prosedur fungsi-fungsi sosial
(the social functions procedure), Prosedur minat dan kebutuhan remaja (the
youth interest and needs procedure).
11. Model Pengembangan
Kurikulum yang diterapkan di Indonesia
kurikulum yang sedang berlaku di Indonesia saat ini, yakni KTSP
menggunakan model pengembangan kurikulum sentral-desentral karena seperti yang
telah kita ketahui bahwa standar kompetensi lulusan, standar kompetensi, serta
kompetensi dasar ditentukan oleh pemerintah pusat tetapi dalam penentuan indicator
hasil belajar, proses pembelajaran, strategi pembelajaran, sumber, serta
evaluasi dilaksanakan oleh guru. Kemudian hasil dari pembelajaran tersebut akan
dikembalikan lagi ke pemerintah pusat dan penilain akhir akan dilakukan oleh
pemerintah pusat melalui Ujian Nasional.
12. Beberapa Model
Evaluasi Kurikulum
Pada saat ini terdapat berbagai model evaluasi yang dapat
dijadikan pegangan untuk mendisain proses dan metode penalitian kurikulum.
Model yang akan digunakan bergantung pada tujuan evaluasi, waktu dan biaya yang
tersedia dan tingkat kecermatan dan kespesifikan yang diinginkan. Di bawah ini
akan kita bicarakan lima model secara singkat.
a. Model Diskrepansi Provus
Model ini termasuk model yang paling mudah direncanakan dan
dilaksanakan. Kesulitan yang paling besar ialah merumuskan standar performance
yang cukup spesifik agar dapat digunakan untuk mengukur diskrepansi, yakni beda
performance dengan standar.
b. Model Kontingensi-kontingensi Stake
Model stanke meneliti tiga fariabel yakni anteseden, transaksi,
dan hasil belajar, masing-masing ditinjau dari segi “apa yang diharapkan” dan
“apa yang diamati”. Dengan anteseden dimaksud antara lain apa yang telah
dipelajari siswa sebelumnya, entry behavior.
c. Model CIPP Stufflebeam
CIPP (Cortext – Input – Process – Product = Konteks – Proses –
Input – Produk) adalah suatu model evaluasi yang dikembangkan oleh Stufflebeam
cs yang bertujuan untuk membantu dalam perbaikan kurikulum, tetapi juga untuk
mengambil keputusan apakah program itu dihentikan saja. Model ini mengandung
empat komponen, yakni konteks, input, proses, dan produk, dan masing-masing
perlu penilaian sendiri. Evaluasi konteks meliputi penelitian mengenai
lingkungan sekolah, pengaruh-pengaruh di luar sekolah.
d. Model Transformasi Kualitatif Eisner
Menurut observasi Eisner pendidikan telah terlampau jauh
bergerak ke arah akuntabilitas yang ketat seperti yang terdapat dalam
perusahaan dan industri. Eisner berpendapat bahwa pendidikan adalah kegiatan
yang bercorak artistik selain mengandung unsur latihan. Jika belajar-mengajar
pada hakikatnya artistic maka proses evaluasinya harus apa yang dilakukan dalam
kritik seni. Maka kritik kurikulum hendaknya berusaha melihat aspek individual
yang signifikan dalam pelaksanaan kurikulum. Proses kritik kurikulum hendaknya
meliputi tiga aspek yakni yang bersifat desakriptif, interpretatif, dan
evaluatif.
e. Model Lingkaran-Tertutup Corrigan
Modern ini mengandung komponen dari model evaluasi lainnya.
Cirri utama model Corrigan ini ialah adanya sistem balikan formatif-korektif
selain proses evaluasi sumatif terminal. Tiap hasil evaluasi mengenai tiap
langkah digunakan sebagai balikan agar dapat segera diadakan perbaikan.
f. Model Scriven
Ada dua model evaluasi yang dikembangkan Scriven yaitu: Goal
Free Evaluation dan Formatif-Summatif dalam Goal Free Evaluation, Scriven
mengemukakan bahwa dalam melaksanakan evaluasi program evaluator tidak perlu
memperhatikan apa yang menjadi tujuan program. Yang perlu diperhatikan dalam
program tersebut adalah bagaimana kerjanya (kinerja) suatu program, dengan
jalan mengidentifikasi penampilan-penampilan yang terjadi (pengaruh) baik
hal-hal yang positif (yaitu hal yang diharapkan) maupun hal-hal yang negatif
(yang tidak diharapkan).
Menurut Scriven (1991) dalam diktat teori dan praktek evaluasi
program bimbingan dan konseling (Aip Badrujaman, 2009), evaluasi formatif
adalah suatu evaluasi yang biasanya dilakukan ketika suatu produk atau program
tertentu sedang dikembangkan dan biasanya dilakukan lebih dari sekali dengan
tujuan untuk melakukan perbaikan.
g. Model Tyler
Model evaluasi Tyler di bangun atas dua dasar, yaitu: evaluasi
yang ditujukan kepada tingkah laku peserta didik dan evaluasi harus dilakukan
pada tingkah laku awal peseta didik sebelum suatu pelaksanaan kurikulum serta
pada saat peserta didik telah melaksanakan kurikulum tersebut. Berdasar pada
dua prinsip ini maka Tyler ingin mengatakan bahwa evaluasi kurikulum yang
sebenarnya hanya berhubungan dengan dimensi hasil belajar.
13. Objek Evaluasi
Kurikulum
Kurikulum memiliki beberapa komponen pokok, yaitu tujuan yang
ingin dicapai, isi atau materi kurikulum itu sendiri, strategi pembelajaran
yang direncanakan, serta rencana evaluasi keberhasilan.
a. Evaluasi tujuan pendidikan
Rumusan
tujuan merupakan salah satu komponen yang ada dalam dokumen kurikulum. Evaluasi
kurikulum sebagai dokumen adalah evaluasi terhadap tujuan, setiap mata
pelajaran terdapat sejumlah kriteria untuk menilai tujuan ini.
1)
Apakah tujuan setiap mata pelajaran itu berhubungan dan
diarahkan untuk mencapai tujuan lembaga sekolah yang bersangkutan?
2)
Apakah tujuan itu mudah dipahami oleh setiap guru?
3)
Apakah tujuan yang dirumuskan dalam dokumen itu sesuai dengan tingkat
perkembangan siswa?
b. Evaluasi terhadap isi/materi kurikulum
Bahwa
yang dimaksud dengan isi atau materi kurikulum adalah seluruh pokok bahasan
yang diberikan dalam setiap mata pelajaran. Sejumlah pertanyaan yang dapat
dijadikan kriteria untuk menguji isi atau materi kurikulum di antaranya:
1)
Apakah isi kurikulum sesuai atau dapat mendukung pencapaian
tujuan seperti yang telah ditetapkan?
2)
Apakah isi atau materi kurikulum sesuai dengan
pandangan-pandangan atau penemuan-penemuan yang mutakhir?
3)
Apakah isi kurikulum sesuai dengan pengalaman dan karakteristik
lingkungan di mana anak tinggal?
4)
Apakah urutan isi kurikulum sesuai karakteristik isi atau materi
kurikulum?
c.
Evaluasi terhadap prosedur pelaksanaan kurikulum
Evaluasi untuk program pelaksanaan pengembangan kurikulum di
tingkat sekolah memerlukan indikator keberhasilan sebagai tolok ukur pencapaian
pelaksanaan kurikulum. Indikator keberhasilan kurikulum mencapai: (1) indikator
keberhasilan sosialisasi kurikulum; (2) indikator keberhasilan penyusunan
silabus; (3) indikator keberhasilan penyusunan program tahunan dan semester;
(4) indikator keberhasilan penyusunan rencana pembelajaran, (5) indikator
keberhasilan penyusunan bahan ajar, dan (6) indikator keberhasilan pelaksanaan
kegiatan belajar-mengajar.
14. Syarat-syarat Evaluasi
Kurikulum
Syarat-Syarat Suatu Program Evaluasi Kurikulum Yaitu Suatu
Evaluasi Kurikulum Harus Nilai Dan Penilaian ,Punya Tujuan Atau Sasaran Yang
Jelas,Bersifat Menyeluruh Dan Terus Menerus Berfungsi Diagnostik Dan
Tevintegrasi.
Untuk
memperoleh hasil evaluasi yang lebih baik, maka evaluasi kurikulum harus
memperhatikan prinsip – prinsip umum sebagai berikut:
a.
Continuitas, artinya evaluasi tidak boleh dilakukan secara
insidental karena kurikulum itu sendiri adalah suatu proses yang kontinu.
b.
Comprehensif, artinya objek evaluasi harus diambil secara
menyeleruh sebagai bahan evaluasi.
c.
Adil dan Objektif, artinya proses evaluasi dan pengambilan
keputusan hasil evaluasi harus dilakukan secara adil.
d.
Cooperataif, artinya kegiatan evaluasi harus dilakukan atas
kerja sama dengan semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan.
Adapun
syarat-syarat dalam evaluasi kurikulum adalah sebagai berikut:
a. Tujuan tertentu, maksudnya yaitu setiap
program evaluasi kurikulum itu terarah dalam mencapai tujuan yang telah
ditentukan secara jelas dan spesifik. Tujuan-tujuan itu pula yang mengarahkan
berbagai kegiatan dalam proses pelksanaan evaluasi kurikulum.
b. Bersifat objektif, maksudnya harus sesuai
dengan kenyataan yang ada. bersumber dari data yang ada nyata dan akurat yang
diperoleh dari instrument yang benar.
c. Bersifat komperhensif, yaitu mencakup semua
dimensi atau aspek yang terdapat dalam ruang lingkup kurikulum. Seluruh
komponen kurikulum harus mendapat perhatian dan pertimbangan secara seksama
sebelum diadakan pengambilan keputusan.
d. kooperatif dan bertanggung jawab dalam
perencanaan, plaksanaan dan keberhasilan program evaluasi itu adaah tanggung
jawab bersama pihak-pihak yang terkait dan saling terlibat dalam proses
pendidikan seperti, guru, kepala sekolah, penilik, orang tua, dan juga siswa
itu sendiri. disamping tanggung jawab utama lembaga penelitian dan
pengembangan.
e. Efisien, maksudnya efisien dalam penggunaan
waktu, biaya, tenaga, dan peralatan yang menjadi penunjang. sehingga hasil
evaluasi harus diupayakan lebih tinggi atau seimbang dengan materil yang
digunakan.
f. berkesinambungan, hal ini berkaitan dengan
adanya perbaikan kurikulum. sehingga peran
guru dan kepala sekolah sangat penting, karena merekalah yang mengtahui
pelaksanaan, permasalahan, dan keberhasilan dari kurikulum yang diterapkan.
15. Perkembangan Kurikulum
di Indonesia
Sejarah kurikulum pendidikan di Indonesia kerap berubah setiap
ada pergantian Menteri Pendidikan, sehingga mutu pendidikan Indonesia hingga
kini belum memenuhi standar mutu yang jelas dan mantap. Dalam perjalanan
sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami
perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, dan
2006. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan
sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa
dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu
dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi
di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama,
yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan
pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.
a.
Rencana Pelajaran 1947
Yang menjadi ciri utam kurikulum ini adalah lebih menekankan
pada pembentukan karakter manusia yang berdaulat dan sejajar dengan bangsa
lain.
b.
Rencana Pelajaran Terurai 1952
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut
Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali.
seorang guru mengajar satu mata pelajaran.
c.
Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu
dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi
pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum
1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945
secara murni dan konsekuen.
d.
Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 sebagai pengganti kurikulum 1968 menekankan pada
tujuan,Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan
efektif. “Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen.
e.
Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski
mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini
juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa
ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan,
mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif
(CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
f.
Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan
kurikulum-kurikulum sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan antara
Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, antara pendekatan proses,” kata Mudjito
menjelaskan.
g.
Kurikulum 2004
Bahasa kerennya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Setiap
pelajaran diurai berdasar kompetensi apakah yang mesti dicapai siswa.
h.
KTSP 2006
Yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk
merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta
kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan karangka dasar (KD), standar
kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap
mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen
Pendidikan Nasional.