Artikel ini berupa pengalaman-pengalaman yang pernah dilakukan, ketika lupa lagi maka artikel ini sebagai pengingat kembali
Senin, 12 Maret 2018
Sabtu, 10 Maret 2018
Perang Diponegoro Islam di Indonesia melawan ekspansi barat rangkuman
Sejak akhir abad ke-18 Mataram sebagai kekuatan politik dan militer betul-betul tidak berdaya di hadapan kekuatan kolonial Campur tangan pemerintah kolonial terhadap kehidupan kraton terus menarik. Hal ini lebih lanjut menyebabkan terjadinya krisis dalam kesadaran budaya Jawa. Dampak dari semakin berkuasanya pemerintah kolonial dirasakan sangat menghimpit dan menekan kehidupan rakyat. Sementara itu, kalangan kraton juga mengalami pergeseran budaya akibat pengaruh pemerintah kolonial dan kebudayaan Barat. Demikianlah keadaan pulau Jawa sebelum meletusnya Perang Diponegoro
Dinamakan dengan Perang Diponegoro karena perang melawan kolonial ini dipimpin Pangeran Diponegoro. Dia adalah putera Sultan Hemengku Buwana lll yang diasuh dan dididik eyangnya, istri Hamengku Buwana l. Ratu Ageng di ndalem Tegalreja. Sewaktu masih kecil dia sudah mendapat pelajaran agama dan tumbuh menjadi seorang yang saleh, dekat dengan rakyat dan bergaul dengan
masyarakat ramai.
Dia menolak dijadikan sebagai putera mahkota yang akan menggantikan ayahnya sebagai sultan pada saatnya nanti. Dia menyilakan kepada adiknya, Jarot. Pangeran Jarot betul-betul naik tahta dengan gelar Hamengku Buwana IV setelah ayahnya meninggal dunia pada 1814. Ketika itu Pangeran Jarot berusi 13 tahun Dia wafat pada 1822 dan digantikan puteranya yang berusia tiga tahun, yaitu Pangeran Menol. Hal itu memberi kesempatan kepada Patih Danureja IV. menjalankan peran utama dalam mengurus jalannya kesultanan Yogyakarta. Patih Danureja IV bersahabat erat dengan Belanda. Kebudayaan Barat yang banyak bertentangan dengan ajaran Islam dan dan nilai-nilai budaya Jawa, semakin deras memasuki kraton Yogyakarta. Dalam keadaan demikian, Pangeran Diponegoro justru dipandang sebagai ancaman oleh Patih Danureja IV dan Belanda.
Peristiwa yang memicu peperangan adalah rencana pemerintah Hindia Belanda membuat jalan yang menerobos tanah milik Pangeran Diponegoro, di samping membongkar beberapa makam yang dipandng keramat Patok-patok yang ditanam pemerintah Belanda dicabut pihak Pangeran Diponegoro.
Peperangan dalam arti sebenarnya bermula pada 20 Juli 1825, ketika pasukan Belanda dibantu
Pasukan Patih Danureja IV mengepung Tegalreja. Oleh karena itulah Pangeran Diponegoro menyatakan perang terbuka melawan Belanda dan Patih Danureja IV. Rakyat yang bersimpati kepada Pangeran Diponegoro segera berdatangan menyediakan diri menjadi prajurit. Para ulama yang masih berada di kraton Yogyakarta, keluar dari kraton untuk bergabung dengan Pangeran Diponegoro.
Ketika itu Pangeran Diponegoro menggariskan maksud dan tujuan perlawanan terhadap Belanda, para pejabat dan agen Belanda lainnya. Tugas perang itu adalah; pertama, mencapai cita-cita luhur mendirikan masyarakat yang bersendikan agama Islam; kedua, mengembalikan keluhuran adat istiadat Jawa, yang bersih dari pengaruh Barat. Sebagai pemimpin tertinggi dalam peperangan itu, Pangeran Diponegoro membagi tugas kepada para pengikutnya. Untuk memperkuat semangat, Pangeran Diponegoro dinobatkan sebagai pemimpin tertinggi Jawa dengan gelar Sultan Ngabdulhamid Herucakra Kabiril Mukminin Kalifatullah ing Tanah Jawa.
Dalam pertempuran-pertempuran awal, pasukan Dipenogoro memperoleh kemenangan. Kekalahan-kekalahan yang diderita pasukan Belanda tidak menyebabkan berkurangnya bala tentara Belanda, karena pemerintah Belanda tanpa henti terus mendatangkan bala bantuan militer dari berbagai daerah ke Yogyakarya. Sementara itu, pertempuran yang berlangsung beruntun mendatangkan kelelahan di kalangan pasukan Diponegoro, di samping menelan banyak korban. Karena itu, sejak akhir 1828, pasukan Belanda mulai berhasil mengalahkan pasukan-pasukan kecil Diponegoro yang terpencar-pencar. Untuk mengalahkan Pangeran Diponegoro yang terus memperlihatkan ketegarannya, pasukan Belanda menyusun siasat licik. Mereka merencanakan menjebak Pangeran Diponegoro melalui perjanjian perdamaian. Dalam perundingan damai yang diselenggarakan pada 28 Maret 1830, Pangeran Diponegoro ditangkap dan ditawan, dibawa ke Semarang kemudian ke Batavia. Dia kemudian dibuang ke Menado pada 3 Mei 1830; pada 1834 dipindahkan ke Ujung Pandang, dimana dia meninggal dunia pada 8 Januari 1855 dalam usia kurang lebih 70 tahun.
Keterlibatan ulama dan warga pesantren dalam barisan Pangeran Diponegoro menyebabkan pemerintah Hindia Belanda menciptakan jarak antara ulama dengan para pemimpin formal. Bahkan kemudian usaha ke arah birokratisasi ulama dan domestitikasi Islam dijalankan.
Dinamakan dengan Perang Diponegoro karena perang melawan kolonial ini dipimpin Pangeran Diponegoro. Dia adalah putera Sultan Hemengku Buwana lll yang diasuh dan dididik eyangnya, istri Hamengku Buwana l. Ratu Ageng di ndalem Tegalreja. Sewaktu masih kecil dia sudah mendapat pelajaran agama dan tumbuh menjadi seorang yang saleh, dekat dengan rakyat dan bergaul dengan
masyarakat ramai.
Dia menolak dijadikan sebagai putera mahkota yang akan menggantikan ayahnya sebagai sultan pada saatnya nanti. Dia menyilakan kepada adiknya, Jarot. Pangeran Jarot betul-betul naik tahta dengan gelar Hamengku Buwana IV setelah ayahnya meninggal dunia pada 1814. Ketika itu Pangeran Jarot berusi 13 tahun Dia wafat pada 1822 dan digantikan puteranya yang berusia tiga tahun, yaitu Pangeran Menol. Hal itu memberi kesempatan kepada Patih Danureja IV. menjalankan peran utama dalam mengurus jalannya kesultanan Yogyakarta. Patih Danureja IV bersahabat erat dengan Belanda. Kebudayaan Barat yang banyak bertentangan dengan ajaran Islam dan dan nilai-nilai budaya Jawa, semakin deras memasuki kraton Yogyakarta. Dalam keadaan demikian, Pangeran Diponegoro justru dipandang sebagai ancaman oleh Patih Danureja IV dan Belanda.
Peristiwa yang memicu peperangan adalah rencana pemerintah Hindia Belanda membuat jalan yang menerobos tanah milik Pangeran Diponegoro, di samping membongkar beberapa makam yang dipandng keramat Patok-patok yang ditanam pemerintah Belanda dicabut pihak Pangeran Diponegoro.
Peperangan dalam arti sebenarnya bermula pada 20 Juli 1825, ketika pasukan Belanda dibantu
Pasukan Patih Danureja IV mengepung Tegalreja. Oleh karena itulah Pangeran Diponegoro menyatakan perang terbuka melawan Belanda dan Patih Danureja IV. Rakyat yang bersimpati kepada Pangeran Diponegoro segera berdatangan menyediakan diri menjadi prajurit. Para ulama yang masih berada di kraton Yogyakarta, keluar dari kraton untuk bergabung dengan Pangeran Diponegoro.
Ketika itu Pangeran Diponegoro menggariskan maksud dan tujuan perlawanan terhadap Belanda, para pejabat dan agen Belanda lainnya. Tugas perang itu adalah; pertama, mencapai cita-cita luhur mendirikan masyarakat yang bersendikan agama Islam; kedua, mengembalikan keluhuran adat istiadat Jawa, yang bersih dari pengaruh Barat. Sebagai pemimpin tertinggi dalam peperangan itu, Pangeran Diponegoro membagi tugas kepada para pengikutnya. Untuk memperkuat semangat, Pangeran Diponegoro dinobatkan sebagai pemimpin tertinggi Jawa dengan gelar Sultan Ngabdulhamid Herucakra Kabiril Mukminin Kalifatullah ing Tanah Jawa.
Dalam pertempuran-pertempuran awal, pasukan Dipenogoro memperoleh kemenangan. Kekalahan-kekalahan yang diderita pasukan Belanda tidak menyebabkan berkurangnya bala tentara Belanda, karena pemerintah Belanda tanpa henti terus mendatangkan bala bantuan militer dari berbagai daerah ke Yogyakarya. Sementara itu, pertempuran yang berlangsung beruntun mendatangkan kelelahan di kalangan pasukan Diponegoro, di samping menelan banyak korban. Karena itu, sejak akhir 1828, pasukan Belanda mulai berhasil mengalahkan pasukan-pasukan kecil Diponegoro yang terpencar-pencar. Untuk mengalahkan Pangeran Diponegoro yang terus memperlihatkan ketegarannya, pasukan Belanda menyusun siasat licik. Mereka merencanakan menjebak Pangeran Diponegoro melalui perjanjian perdamaian. Dalam perundingan damai yang diselenggarakan pada 28 Maret 1830, Pangeran Diponegoro ditangkap dan ditawan, dibawa ke Semarang kemudian ke Batavia. Dia kemudian dibuang ke Menado pada 3 Mei 1830; pada 1834 dipindahkan ke Ujung Pandang, dimana dia meninggal dunia pada 8 Januari 1855 dalam usia kurang lebih 70 tahun.
Keterlibatan ulama dan warga pesantren dalam barisan Pangeran Diponegoro menyebabkan pemerintah Hindia Belanda menciptakan jarak antara ulama dengan para pemimpin formal. Bahkan kemudian usaha ke arah birokratisasi ulama dan domestitikasi Islam dijalankan.
Sabtu, 03 Maret 2018
3 Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia rangkuman bagian 1 dari 3
Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia
1. Samudera Pasai
Kerajaan Islam pertama di Indonesia berdiri di ujung utara pulau Sumatera, yakni kerajaan Samudera Pasai. Penguasa pertama kerajaan Islam ini adalah Meurah Silu, yang bergelar Sultan al-Malik al-Saleh. Pada masa-masa awal kebangkitannya, kerajaan ini mengalami kemajuan dalam bidang ekonomi dan politik. Dalam bidang politik dan perdagangan, Samudera Pasai pernah mengirimkan duta ke Cina dan Delhi. Kerajaan ini sejak awal juga sudah dikenal sebagai pusat pengajaran agama. Reputasi Samudera-Pasai sebagai pusat agama terus berlanjut walaupun kemudian kedudukan ekonomi dan politiknya menyusut. Sejarah kerajaan ini berakhir pada tahun 1524 ketika dianeksasi kerajaan Islam Aceh Darussalam.Kerajaan Aceh Darussalam tumbuh sebagai negara yang kuat di awal abad ke-16 M, bersamaan dengan masa kedatangan orang-orang Portugis di Malaka. Sultan pertama kerajaan ini adalah Ali Mughayat Syah (1511-1530 M). Pada tahun 1520 dia memulai ekspansi politiknya. Berturut-turut Aceh berhasil menundukkan Deli, Pedir, Pasai (1524), Aru (1541), dan Johor (1564). Raja terbesar kerajaan ini adalah Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Dia menundukkan Deli (1612), Aru dan Johor (1613).
Setelah masa Iskandar Muda berakhir, Aceh dengan cepat mengalami kemunduran.
2. Islam Jambi
Bersamaan dengan berdirinya kerajaan Aceh Darussalam, di Jambi juga berdiri sebuah kerajaan Islam. Islam Jambi diduga kuat berasal dari Samudera Pasai. Jambi dinyatakan masuk Islam ketika wilayah itu berada di bawah kekuasaan Rangkayo Hitam (1500-1515). Tetapi, pada tahun 1615, Pangeran Kedah yang baru dinobatkan menjadi raja Jambi, mulai menggunakan gelar Sultan Abdul Kahar. Oleh karena itu, tahun 1615 sering dianggap sebagai tahun berdirinya kesultanan Jambi.3. Kesultanan Palembang
Pada abad ke-16, berdiri pula sebuah kerajaan Islam di Sumatera, yaitu kesultanan Palembang.Proses islamisasi kerajaan Palembang ini adalah atas jasa kerajaan Islam Demak.
Sumber: modul Sejarah Islam di Indonesia. Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan Universitas Terbuka 1998
Kedatangan Islam dan cara penyebarannya rangkuman
Indonesia sekarang merupakan negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia. Penyebaran Islam di Indonesia diakui dengan cara-cara damai. Saluran-saluran islamisasi dan cara pelaksanaannya tentu tidak sedikit. Saluran-saluran itu saling berkaitan. sehingga saluran yang satu memperkuat saluran yang Iain. Misalnya saluran perdagangan diperkuat dengan saluran perkawinan. saluran saluran tasawuf diperkuat dengan saluran pendidikan, dan seterus. Saluran-saluran itu di antaranya adalah: (a) saluran perdagangan, (b) saluran perkawinan, (c) saluran tasawuf. (d) saluran pendidikan, dan (e) saluran kesenian.
Saluran Perdagangan sejalan dengan kesibukan lalu-lintas perdagangan abad ke-7 hingga abad ke-16. Pada saat itu pedagang-pedagang muslim turut serta ambil bagian dalam perdagangan dengan di kawasan Indonesia Penggunaan perdagangan sebagai saluran Islamisasi dimungkinkan karena dalam Islam tidak ada pemisahan antara kegiatan berdagang dan kewajiban dakwah. Proses Islamisasi melalui saluran perdagangan dipercepat oleh situasi dan kondisi politik beberapa kerajaan di mana adipati-adipati pesisir berusaha melepaskan diri dari kekuasaan pusat kerajaan yang sedang mengalami kekacauan dan perpecahan. Mula-mula mereka berdatangan di pusat-pusat perdagangan dan di antaranya kemudian ada yang tinggal, baik untuk sementara waktu maupun menetap. Lambat laun tempat tinggal mereka berkembang menjadi perkampungan, yang disebut Pekojan. Lingkungan mereka makin luas dan dengan cara demikian lambat-laun timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan-kerajaan muslim.
Melalui Saluran Perkawinan antara pedagang atau saudagar dengan wanita pribumi juga merupakan bagian yang erat berjalinan dengan islamisasi. Perkawinan merupakan salah satu saluran Islamisasi yang lebih menguntungkan lagi apabila terjadi antara saudagar, ulama atau golongan lain, dengan anak bangsawan atau anak raja dan adipati, karena status sosial-ekonomi, terutama politik raja-raja, adipati-adipati, dan bangsawan-bangsawan pada waktu itu turut mempercepat proses Islamisasi.
Tasawuf juga merupakan salah satu saluran penting dalam proses Islamisasi. Para guru tarekat memegang peranan penting juga dalam organisasi masyarakat kota-kota pelabuhan. Mereka adalah guru-guru pengembara yang mengajarkan teosofi yang telah bercampur, yang dikenal luas oleh bangsa Indonesia tetapi yang sudah menjadi keyakinannya. Mereka mahir dalam soal-soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Mereka siap untuk memelihara kelanjutan dengan masa lampau dan menggunakan istilah-istilah dan anasir-anasir budaya pra-Islam dalam hubungan Islam. Di antara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran mistik Indonesia-Hindu adalah Hamzah al-Fansuri dan Syamsuddin al-Sumatrani di Aceh, Syekh Lemah Abang dan Sunan Panggung di Jawa.
Kecuali melalui tasawuf, Islamisasi juga dilakukan melalui lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan Islam sudah berdiri sejak pertama kali Islam datang ke Indonesia. Di Aceh lembaga-lembaga pendidikan Islam itu mengambil bentuk yang beragama sehingga memunculkan beberapa nama, seperti meunasah, dayah, dan rangkang. Di SumateraBaratdikenal lembaga pendidikan Islam surau. Di Kalimantan dikenal lembaga pendidikan Islam langgar. Sementara di Jawa dikenal pondok dan pesantren. Belum lagi kalau dimasukkan ke dalam kriteria lembaga pendidikan Islam pengajian-pengajian tul-Qur'an yang berlangsung di rumah-rumah alim ulama.
Di lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebut dilangsung pembinaan calon guru-guru agama, kyai-kyai atau ulama-ulama. Setelah manamatkan pendidikan, mereka kembali ke kampung masing-masing atau ke dasa-desanya, tempat mereka menjadi tokoh keagamaan.
Saluram dan cara islamisasi lain dapat pula melalui cabang-cabang kesenian seperti seni bangunan, seni pahat dan ukir, seni tari, seni musik, dan seni sastra. Dengan kesenian ini dimaksudkan bahwa jenis-jenis kesenian pra-Islam tetap dipertahankan, sehingga penduduk Indonesia tidak merasa asing masuk ke dalam lingkungan Islam. Di antara karya seni yang terkenal dijadikan alat islamisasi adalah pertunjukan wayang. Menurut cerita, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi minta agar para penonton mengikutinya mengucapkan Kalimat Syahadat, yang berarti dengan demikian orang menjadi masuk Islam. Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita Mahabharata dan Ramayana, tetapi sedikit demi sedikit nama tokoh-tokohnya diganti menjadi nama-nama pahlawan Islam.
Sumber: modul sejarah Islam di Indonesia. Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan Universitas Terbuka 1998
Saluran Perdagangan sejalan dengan kesibukan lalu-lintas perdagangan abad ke-7 hingga abad ke-16. Pada saat itu pedagang-pedagang muslim turut serta ambil bagian dalam perdagangan dengan di kawasan Indonesia Penggunaan perdagangan sebagai saluran Islamisasi dimungkinkan karena dalam Islam tidak ada pemisahan antara kegiatan berdagang dan kewajiban dakwah. Proses Islamisasi melalui saluran perdagangan dipercepat oleh situasi dan kondisi politik beberapa kerajaan di mana adipati-adipati pesisir berusaha melepaskan diri dari kekuasaan pusat kerajaan yang sedang mengalami kekacauan dan perpecahan. Mula-mula mereka berdatangan di pusat-pusat perdagangan dan di antaranya kemudian ada yang tinggal, baik untuk sementara waktu maupun menetap. Lambat laun tempat tinggal mereka berkembang menjadi perkampungan, yang disebut Pekojan. Lingkungan mereka makin luas dan dengan cara demikian lambat-laun timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan-kerajaan muslim.
Melalui Saluran Perkawinan antara pedagang atau saudagar dengan wanita pribumi juga merupakan bagian yang erat berjalinan dengan islamisasi. Perkawinan merupakan salah satu saluran Islamisasi yang lebih menguntungkan lagi apabila terjadi antara saudagar, ulama atau golongan lain, dengan anak bangsawan atau anak raja dan adipati, karena status sosial-ekonomi, terutama politik raja-raja, adipati-adipati, dan bangsawan-bangsawan pada waktu itu turut mempercepat proses Islamisasi.
Tasawuf juga merupakan salah satu saluran penting dalam proses Islamisasi. Para guru tarekat memegang peranan penting juga dalam organisasi masyarakat kota-kota pelabuhan. Mereka adalah guru-guru pengembara yang mengajarkan teosofi yang telah bercampur, yang dikenal luas oleh bangsa Indonesia tetapi yang sudah menjadi keyakinannya. Mereka mahir dalam soal-soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Mereka siap untuk memelihara kelanjutan dengan masa lampau dan menggunakan istilah-istilah dan anasir-anasir budaya pra-Islam dalam hubungan Islam. Di antara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran mistik Indonesia-Hindu adalah Hamzah al-Fansuri dan Syamsuddin al-Sumatrani di Aceh, Syekh Lemah Abang dan Sunan Panggung di Jawa.
Kecuali melalui tasawuf, Islamisasi juga dilakukan melalui lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan Islam sudah berdiri sejak pertama kali Islam datang ke Indonesia. Di Aceh lembaga-lembaga pendidikan Islam itu mengambil bentuk yang beragama sehingga memunculkan beberapa nama, seperti meunasah, dayah, dan rangkang. Di SumateraBaratdikenal lembaga pendidikan Islam surau. Di Kalimantan dikenal lembaga pendidikan Islam langgar. Sementara di Jawa dikenal pondok dan pesantren. Belum lagi kalau dimasukkan ke dalam kriteria lembaga pendidikan Islam pengajian-pengajian tul-Qur'an yang berlangsung di rumah-rumah alim ulama.
Di lembaga-lembaga pendidikan Islam tersebut dilangsung pembinaan calon guru-guru agama, kyai-kyai atau ulama-ulama. Setelah manamatkan pendidikan, mereka kembali ke kampung masing-masing atau ke dasa-desanya, tempat mereka menjadi tokoh keagamaan.
Saluram dan cara islamisasi lain dapat pula melalui cabang-cabang kesenian seperti seni bangunan, seni pahat dan ukir, seni tari, seni musik, dan seni sastra. Dengan kesenian ini dimaksudkan bahwa jenis-jenis kesenian pra-Islam tetap dipertahankan, sehingga penduduk Indonesia tidak merasa asing masuk ke dalam lingkungan Islam. Di antara karya seni yang terkenal dijadikan alat islamisasi adalah pertunjukan wayang. Menurut cerita, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi minta agar para penonton mengikutinya mengucapkan Kalimat Syahadat, yang berarti dengan demikian orang menjadi masuk Islam. Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita Mahabharata dan Ramayana, tetapi sedikit demi sedikit nama tokoh-tokohnya diganti menjadi nama-nama pahlawan Islam.
Sumber: modul sejarah Islam di Indonesia. Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan Universitas Terbuka 1998
Langganan:
Postingan (Atom)
-
Andromax a, waktu itu saya berencana pergi ke daerah perbukitan, tiba disana kemudian lihat hp, ternyata jaringannya silang merah, tapi ...
-
No Nama Penemu Benda Penemuan 1 Nikola Tesla Transmisi Listrik 2 Marconi ...
-
Ukuran dokumen berupa kertas yang sudah dikenal dalam dunia perkantoran atau dunia pendidikan diantaranya dua yaitu ukuran 21.59x27 cm atau ...
Entri yang Diunggulkan
Bismillah mulai lagi di tahun 2025
Apakah kecerdasan AI seperti chat GPT mengambil sumber dari blog?